BRITABARU.COM, BENGKULU – Gelombang laut tak pernah berkompromi. Di perairan Malabro, langit kelabu sore itu menjadi saksi tenggelamnya sebuah kapal wisata yang mengangkut puluhan penumpang dari Pulau Tikus menuju daratan Kota Bengkulu. Insiden tragis tersebut merenggut tujuh korban jiwa, salah satunya berasal dari Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.
Kapal yang sejatinya membawa kebahagiaan liburan berubah menjadi tempat terakhir bagi sejumlah wisatawan. Nama-nama yang semula tertulis sebagai daftar manifest wisata kini menjadi bagian dari daftar korban tragedi.
Salah seorang penumpang yang selamat, Jidan Dinil Haq, mengisahkan detik-detik mencekam yang ia alami bersama rekan-rekannya. Menurutnya, kejadian bermula tak lama setelah kapal meninggalkan Pulau Tikus, saat cuaca mulai berubah drastis.
“Mesin kapal tiba-tiba mati. Kami terombang-ambing di tengah laut. Tak lama, angin besar datang disusul gelombang tinggi mengguncang kapal. Saya hanya bisa berdoa dalam hati, berharap bisa selamat,” tuturnya dengan suara lirih.
Ia menyebut bahwa dalam hitungan menit, ombak bertubi-tubi menghantam lambung kapal, menyebabkan kebocoran. Kapal pun terbalik secara perlahan. Sebagian penumpang terjebak di dalam, sebagian lain mencoba berenang ke daratan—namun banyak yang tak berhasil mencapai pantai.
Salah satu korban meninggal diketahui merupakan warga asal Bungo, Jambi. Identitas lengkapnya belum dipublikasikan secara resmi oleh pihak kepolisian. Namun, pihak keluarga telah mendapatkan pemberitahuan dari otoritas terkait dan sedang dalam perjalanan menuju Bengkulu untuk proses identifikasi dan pemulangan jenazah.
Kabar duka ini menyelimuti masyarakat Jambi. Suasana haru dan panik terasa di kalangan keluarga korban yang terus menunggu kepastian dari tim SAR dan otoritas setempat.
Tim gabungan yang terdiri dari Basarnas Bengkulu, Ditpolairud Polda Bengkulu, TNI AL, BPBD, dan nelayan lokal dikerahkan dalam operasi pencarian dan penyelamatan. Namun, proses evakuasi berlangsung penuh tantangan karena cuaca buruk dan visibilitas yang sangat terbatas.
“Hingga malam hari, 7 jenazah telah berhasil dievakuasi. Sisanya masih dalam pencarian. Lokasi tenggelamnya kapal sekitar 1,5 mil dari bibir pantai,” ungkap seorang petugas SAR yang terlibat dalam misi penyelamatan.
Hingga berita ini diturunkan, penyebab pasti kecelakaan masih dalam tahap penyelidikan. Namun, dugaan awal mengarah pada kombinasi antara cuaca ekstrem, kerusakan mesin, serta kemungkinan kelebihan muatan.
Pihak berwenang juga menyatakan akan melakukan pemeriksaan intensif terhadap operator kapal dan awaknya, termasuk kepatuhan mereka terhadap standar keselamatan pelayaran wisata.
Lebih memprihatinkan lagi, menurut Kepala Basarnas Bengkulu, kapal tersebut tidak dilengkapi pelampung memadai, dan sebagian besar penumpang tidak menggunakan jaket keselamatan saat kejadian.
Menanggapi insiden ini, Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui Dinas Perhubungan dan Dinas Pariwisata menyatakan akan melakukan evaluasi besar-besaran terhadap standar keselamatan wisata laut di wilayahnya. Peninjauan akan dilakukan terhadap perizinan kapal, kesiapan kru, kelengkapan alat keselamatan, hingga batas kapasitas penumpang
“Ini adalah pelajaran berharga sekaligus tragedi yang tidak boleh terulang. Kami akan bertindak tegas untuk memastikan wisata laut ke depan lebih aman dan patuh terhadap SOP keselamatan,” tegas seorang pejabat Dinas Perhubungan Bengkulu.
Peristiwa ini menambah daftar panjang kecelakaan laut yang kerap terjadi di wilayah wisata bahari Indonesia. Saat tawa dan harapan berubah menjadi tangisan dan kehilangan, publik kembali diingatkan bahwa wisata air tidak boleh diambil enteng.
Tragedi Pulau Tikus bukan sekadar berita duka, melainkan peringatan keras bagi pemerintah, pelaku usaha wisata, dan masyarakat untuk tidak abai terhadap keselamatan. Satu nyawa pun terlalu berharga untuk dipertaruhkan. (Red)