BRITABARU.COM, BANDUNG – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengambil langkah kontroversial dalam menangani kenakalan remaja dengan menerbitkan kebijakan pengiriman siswa yang berperilaku menyimpang ke barak militer untuk mengikuti pendidikan karakter. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor: 43/PK.03.04/KESRA, bagian dari program “9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya.”
Kebijakan tersebut menyasar siswa yang terlibat dalam perilaku menyimpang seperti tawuran, kecanduan bermain game, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, hingga aksi balapan liar. Mereka akan dikirim ke lingkungan militer untuk menjalani pembinaan karakter bersama jajaran TNI.
“Bagi peserta didik yang memiliki perilaku khusus, seperti tawuran, main game, merokok, mabuk, balapan motor, dan perilaku tidak terpuji lainnya, akan dilakukan pembinaan khusus,” ujar Dedi dalam SE yang dilihat pada Minggu (4/5/2025).
Dilakukan dengan Persetujuan Orang Tua
Dedi menegaskan bahwa kebijakan ini tidak bersifat memaksa. Siswa hanya dikirim ke barak militer setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari orang tua, lengkap dengan surat pernyataan bermaterai. Program ini juga merupakan kerja sama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, pemerintah kabupaten/kota, serta TNI dan Polri.
“Kalau bicara payung hukum, yang menyerahkan adalah orang tua. Pemerintah daerah dan TNI-Polri hanya mengelola dan mendidik anak-anak yang dititipkan,” tegas Dedi.
Sudah Diterapkan di Purwakarta dan Bandung
Implementasi kebijakan ini sudah dimulai. Di Purwakarta, sebanyak 39 siswa telah dikirim ke Resimen 1 Sthira Yudha, sedangkan di Kota Bandung ada 30 siswa yang kini mengikuti pendidikan karakter di Rindam III Siliwangi.
Menurut Dedi, kebanyakan dari siswa tersebut adalah anak-anak yang sudah menunjukkan perilaku mengarah pada tindakan kriminal dan tidak lagi bisa ditangani oleh keluarga di rumah.
“Itu anak-anak yang sudah tidak sanggup dididik lagi oleh orang tuanya. Mereka sendiri yang menyerahkan karena tidak sanggup,” kata Dedi.
Kebijakan ini menuai tanggapan beragam. Sebagian pihak mendukungnya sebagai upaya tegas dan solutif terhadap kenakalan remaja yang marak, namun sebagian lainnya mengkritik pendekatan semi militer sebagai tidak sesuai dengan prinsip pendidikan yang humanis.
Meski demikian, Dedi menilai program ini berdampak positif. Ia menyebut para siswa merasa senang berada di barak karena kebutuhan mereka terpenuhi dengan baik, dari makanan bergizi, istirahat cukup, olahraga teratur, hingga kegiatan belajar yang tetap berjalan.
“Saya lihat mereka sangat happy. Gimana enggak happy, gizinya cukup, istirahatnya cukup, olahraganya cukup, sistem pembelajarannya juga tetap jalan. Cuma gurunya aja yang datang ngajarnya di sana,” ujar Dedi.