BRITABARU.COM, JAKARTA – Pekan lalu, Roy Suryo bersama sejumlah tokoh, termasuk Amien Rais, mendatangi Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk mempertanyakan keaslian ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Aksi mereka, yang juga diikuti oleh kelompok emak-emak, berlangsung pada Selasa (15/4/2025) lalu.
Akibat tindakan tersebut, pada Jumat (25/4/2025), relawan Jokowi melaporkan Roy Suryo, Rismon Sianipar (ahli digital forensik), dan Tifauzia Tyassuma (dokter Tifa) ke Polda Metro Jaya. Laporan ini terdaftar dengan nomor LP/B/2712/IV/2025/SPKT POLDA METRO JAYA. Mereka dilaporkan dengan dugaan melanggar Pasal 160 KUHP tentang penghasutan serta Pasal 28 ayat (3) Jo Pasal 45A ayat (3) UU No. 1 Tahun 2024 terkait penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran.
Pelapor, Kapriyani dari kelompok relawan Jokowi, mengatakan laporan dibuat karena pernyataan tentang ijazah palsu Jokowi dianggap menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat.
Roy Suryo menganggap laporan tersebut lucu dan memilih untuk menanggapi dengan santai. Ia menekankan pentingnya proses hukum yang adil, tidak boleh ada tekanan atau penggunaan kekuasaan untuk menekan lawan politik.
“Lucu saja kalau kami-kami mau dijerat dengan Pasal 160 KUHP tentang ‘menghasut’ itu, maka sebenarnya mereka-mereka (yang dari Peradi Bersatu) ini seharusnya malu, karena laporan mereka di Bareskrim sudah ditolak, hanya yang dari Relawan Nusantara yang diterima di Polres Jakarta Pusat,” ujarnya.
Roy juga menyindir bahwa seharusnya pihak pelapor malu, sebab sebelumnya laporan serupa dari Peradi Bersatu sempat ditolak Bareskrim. Ia juga berterima kasih atas dukungan ratusan simpatisan, termasuk lawyer, akademisi, dan tokoh masyarakat, sembari menegaskan pihaknya tidak meminta sumbangan apa pun.
UGM melalui Wakil Rektor Prof. Wening Udasmoro menegaskan bahwa Joko Widodo benar-benar lulus dari Fakultas Kehutanan pada 5 November 1985. Kampus telah menunjukkan berbagai bukti pendukung, mulai dari ijazah SMA (STTB), dokumen akademik, hingga skripsi Jokowi.
UGM menegaskan bahwa sebagai institusi, mereka hanya menjelaskan fakta berdasarkan dokumen resmi yang dimiliki, bukan membela pihak mana pun. Mereka juga membuka kemungkinan menghadirkan bukti lebih lanjut di pengadilan jika diperlukan. (Red)